CERITA HOT - Ngentot Dengan Sheila Si Montok Rekan Kerjaku - Cerita Hot | Cerita Sex | Cerita ML | Cerita Dewasa | Foto Bugil

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, February 5, 2017

CERITA HOT - Ngentot Dengan Sheila Si Montok Rekan Kerjaku


Aku adalah seorang laki laki perkasa yang baru saja ditinggalkan oleh istri aku, karena ada masalah yang masing-masing tidak mau mengalah. Akhirnya dia memilih pergi dari aku. Dan karena kepergiannya, kini  rumah yang biasanya kami tempati itu jadi punya dua kamar kosong.

Di tempat kerja, akupun sudah tidak banyak bercanda seperti biasanya. Dan itu yang membuat salah satu wanita teman kerja aku merasa simpati pada aku. Sehingga setelah selesai jam kerja, kami pulang bareng. Selama di dalam tram aku banyak menjawab pertanyaannya tentang kepergian istri aku. Sehingga kami tidak banyak menaruh perhatian pada macetnya kota Melbourne pada jam-jam selesai kerja seperti ini.

Tanpa terasa kami sudah berada di dalam tempat tinggal aku, setelah aku persilakan dia untuk mengambil apa yang dia mau di kulkas, aku langsung ke kamar mandi untuk menumpahkan air pipis yang sejak dari tadi sudah di ujung kemaluanku.

Sekembalinya aku keruang tamu, teman aku sudah duduk sambil baca baca majalah dengan satu kaleng Coca-Cola. Akupun duduk di sampingnya. Tapi tidak terlalu rapat. Aku hidupkan TV kebetulan acara berita nasional negara ini.

Kamipun bercerita panjang lebar tentang teman aku itu, seperti sudah berapa lama dia telah meninggalkan Hongkong tempat asalnya. Tapi setiap kali dia menjawab pertanyaanku dia selalu tersenyum sambil matanya memandang ke arah selangkanganku. Aku langsung melirik selangkanganku, rupanya aku lupa men-zip-nya. Langsung kutarik zip-nya, sambil bercanda padanya.

“Maklumlah Shel, soalnya udah lama sarangnya pergi!”, Kataku pada Sheila.
“Memangnya sudah berapa lama burungmu tidak masuk kandang?”, Sheila membalas candaku sambil meneguk Coca Cola dengan sedikit senyum di bibirnya.
“Kira kira 5 minggulah, emangnya kenapa nanya nanya?”, Aku meneruskan sambil mencoba membetulkan posisi dudukku.

“Akh, aku nggak percaya. Mana ada sich laki laki yang sudah pernah begituan akan tahan selama itu untuk tidak melakukannya?”, Bantahnya sambil senyum.
“Memang sich, aku nggak tahan. Jadi selama ini aku pakai tangan aja”, Jawabku.
Sambil tertawa lebar, Sheila menghampiriku. Dan Sheila duduk di sebelahku, rapat sekali.”Perlu dibantu?”, Tanyanya sambil tangan kanannya meraba-raba penisku.

Sheila memang gadis Hongkong yang menawan, diusianya yang dua puluhan dia sangat menarik setiap mata laki-laki yang memandangnya. Karena dengan buah dada dan bongkahan pantatnya yang lebih besar dari ukuran rata-rata orang tempat asalnya. Aku jadi berani, kurangkul pundaknya sambil kulumat bibir yang berlipstick merah muda menawan itu.

Sheilapun membalas dengan nafasnya yang semakin membuatku untuk mempererat rangkulanku. Aku merasa sedikit sakit pada penisku yang sudah sangat keras karena rabaan Sheila. Dengan tak sabar kulepas rangkulanku dari pundak Sheila dan dengan kedua tanganku kubuka celanaku sambil tetap duduk. Agak susah memang. Tapi berhasil juga.

Kudengar Sheila mendesah bersamaan dengan tangannya yang menggenggam langsung penisku yang hanya pas-pasan dengan lingkaran tangannya itu. Kamipun kembali berpagutan, hanya kali ini tangan kiriku telah meremas-remas buah dadanya yang kenyal dan semakin kenyal itu. Sedangkan tangan kananku membelai-belai tengkuknya. Sheila semakin memperdengarkan desahnya.

“Ed, kita ke kamarmu saja.., ayo Ed, aku sudah tak tahan nich?”, Sheila memohon mesra. Aku pun berdiri, tapi ketika aku ingin membuka pakaianku, aku tersentak kaget karena Sheila sudah menarik penisku sambil menanyakan di mana kamarku. “Pelan pelan Shel, sakit nich!”, protesku atas tangan Sheila yang menggenggam penisku dengan sangat ketat itu.

Aku berjalan sambil membuka bajuku ke arah kamarku yang telah kutunjukan pada Sheila. (Sebenarnya aku tak mau menggunakan kamar dimana aku dan istriku tidur sebelum istriku itu pergi. Tapi bagaimana lagi. Sudah nafsu sekali saat itu).

Sesampai di kamar Sheila dengan tergesa membuka seluruh pakaiannya. BH-nya, CD-nya. Semua dibuka dengan tergesa. Lalu Sheila langsung menghampiriku yang sudah lebih dulu berbaring telentang di atas kasur sambil mengocok perlahan penisku agar semakin tegang, sambil melihat Sheila membuka pakaiannya.

Sheila berbaring miring di sebelahku, bibirnya mencari bibirku sedangkan tangan kanannya menggantikan tanganku untuk mengocok-ngocok penisku. Aku mendesah. Sheilapun semakin beringas menciumi seluruh wajahku. Telingakupun tak lepas dari sapuan lidahnya. Aku merasakan nikmat bercampur geli yang tak terkira.

Jilatan Sheila semakin turun ke arah leherku, dadaku dan kedua puting payudaraku juga dililitnya dengan lidah. Sambil tangannya semakin cepat mengocok penisku yang sedikit terasa sakit karena genggamannya terlalu keras.

Jilatan Sheila telah berada di atas pusarku, lidahnya dicoba untuk masuk dalam lubang pusarku, dapat kudengar desahnya. Walau desahku lebih besar darinya. Kini lidah Sheila menyisir bulu-bulu penisku. Aku semakin tak tahan. Tapi aku menunggu, karena aku tahu kemana tujuan sebenarnya jilatan lidah Sheila itu.

Ternyata aku salah, kukira Sheila akan melahap penisku. Ternyata Sheila malah menjilat jilat kedua bijiku bergantian. Tangannya tak lepas mengocok penisku. Sambil sesekali jari jempolnya menyapu ujung penisku yang telah basah karena air nikmatku telah membasahi bibir ujung kemaluanku. Geli dan nikmat sekali waktu Sheila melakukan itu. Aku tersentak karenanya.

Karena waktu Sheila melakukan itu badannya agak nungging di sampingku, maka kucoba meraih bongkahan pantatnya. Kuusap-usap, Sheila mendesah nikmat rupanya. Jariku tak mau berhenti sampai disitu, jariku mencari-cari lubang kemaluannya. Setelah jariku menemukannya ternyata sudah basah sekali. Semua itu membuat jariku semakin mudah untuk mencari lubangnya.

Kusapu lubangnya dengan jariku sambil sekali-kali kumasukan jari telunjukku ke dalam lubangnya. Sheila mendesah hebat sambil melepas jilatan lidahnya dari kedua bijiku. Kuraih pantat Sheila agar tepat berada di atas wajahku. Kini kedua tanganku beraksi atas bagian belakang tubuh Sheila.

Jari telunjuk tanganku yang kanan kumasukan ke dalam lubang vagina Sheila sambil memaju mundurkan. Sedangkan jari telunjuk tangan kiriku menggosok gosok clitorisnya. Dapat kulihat dari bawah selangkangannya, Sheila membuka mulutnya lebar tanpa bersuara merasakan nikmat.

Ketika niatku hendak menggunakan lidahku untuk menjilat vaginanya, aku merasakan nikmat dan sedikit ngilu yang tak terkira. Rupanya Sheila telah melahap bagian kepala penisku. Lidahnya melilit-lilit di atas permukaan kepala penisku.

Akupun ingin menandinginya dengan mejilat-jilat permukaan lubang vagina Sheila. Sambil sekali-kali kucoba untuk memasukan lidahku kedalam vaginanya. Agak asin memang, tapi yang lebih terasa adalah nikmatnya. Semakin nikmat lagi saat kudengar Sheila mengeluh karena jilatan lidahku.

Sheila telah memasukan penisku setengahnya dalam mulutnya sebentar sebentar dinaikan kepalanya, kemudian diturunkan lagi. Yang membuat aku merasa nikmat adalah saat Sheila menurunkan wajahnya untuk melahap penisku, karena Sheila telah mengecilkan lingkaran mulutnya.

Sehingga hanya pas sedikit ketat ketika bibirnya menelusuri penisku dari atas ke bawah. Oh nikmat sekali. Aku hampir saja muncrat kalau aku tidak segera minta Sheila membalikan badannya hingga wajahnya berhadapan denganku. Aku membalas senyumnya yang kelelahan menahan nikmat yang baru saja kami alami.

Kucium lagi mulutnya yang sangat becek oleh air liurnya. Lalu kubalikan Sheila agar berada dibawahku. Kulebarkan selangkangannya kugenggam penisku dengan tangan kananku, lalu kugosok-gosok kepala penisku pada permukaan kemaluannya.

“Oh.., Ed.., terus Ed.., aahh.., nikmat sekali.., sshh”, erang Sheila. Akupun mempercepat gesekannya, Sheila menggeleng gelengkan kepalanya.

Lalu dengan tiba tiba kutancapkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah banjir itu dengan satu hentakan keras, masuklah 3/4 nya penisku dengan leluasa. Bersamaan dengan itu Sheila berteriak sambil badannya sebatas bahu terangkat seperti hendak berdiri matanya membelalak menghadapi tikamanku yang tiba-tiba itu.

“oohh Edwiinn.., enaak.., terus.., Ed.., terus.., lebih cepat Ed.., ayo Ed.., terus.., aahh”, erang Sheila sambil menghempaskan kembali bahunya ke kasur.

Kedua tangan Sheila membelai wajahku sambil menggigit bibirnya yang bawah matanyapun menunjukan bahwa saat ini Sheila sedang merasakan nikmat persetubuhan yang tiada tara. Akupun semakin cepat memaju-mundurkan penisku. Nikmat yang kurasakan tiada bandingnya. Vagina Sheila masih boleh dibilang sempit.

“Enak Shel?”, tanyaku padanya sambil memaju-mundurkan penisku. Sheila tidak menjawab, hanya desahannya saja yang semakin jelas terdengar.
“Enak nggak Shel?”, tanyaku lagi. Sheila menjawab dengan anggukan kecil sambil menggigit kembali bibir bawahnya.

“Jawab dong Shel, nikmat nggak?”, paksaku walaupun ini adalah pertanyaan bodoh.
“Luar biasa Ed.., sshh.., aku hampir keluar nich oohh”, katanya terputus putus.
“Aku masukin semuanya yach Shel?”, tanyaku padanya yang sedang melayang.
“sshh.., em.., emangnya belum semuanya dimasukin?”, Sheila balik bertanya heran sambil menatapku dengan sayu.

“Belum!”, Jawabku singkat sambil terus maju mundur.

Tangannyapun bergerak ke bawah untuk memastikan belum semua penisku masuk ke dalam lubang vaginanya. Ketika tangannya berhasil menyentuh sisa penisku yang masih di luar, aku merasa tambah nikmat.

“Oohh.., Ed masukin Ed.., masukin semuanya Ed.., aahh”, pintanya sambil menarik pinggangku dengan kedua tangannya dan matanyapun terpejam menantikan.

Kucoba menahan tarikan tangan Sheila pada pinggangku, agar masuknya sisa penisku tidak terlalu cepat. Aku ingin memberikan kenikmatan persetubuhan tak terlupakan padanya. Benar saja, ketika sedikit demi sedikit sisa penisku masuk, Sheila mendesis seperti ular yang berhadapan dengan musuhnya. “Sshh.. sshh”, sambil matanya terpejam ketat sekali menahan nikmat telusuran penisku ke dalam vaginanya.

Kedua tangannyapun menjambak-jambak rambutnya sendiri. Tanpa diduga kucabut penisku, hanya tinggal kepalanya saja yang masih tenggelam. Sheila seperti ingin protes, tapi terlambat. Karena aku telah menekannya lagi dengan sekali tancap masuklah semua penisku.

“Edwiinn!”, teriak Sheila keras sekali sambil tangannya memukul-mukul tempat tidur.

Aku semakin percepat gerakanku, walaupun aku sudah merasa sedikit lelah dengan pinggangku yang sejak tadi maju mundur terus.

“Terus Ed.., oohh.., terus.., teruss.., oohh.., oohh.., aahh”.

Sheila mengerang bersamaan dengan tercapainya Sheila pada puncaknya, sambil tangannya meremas-remas sprei tempat tidur di kanan dan kirinya, badannya tersentak-sentak hanya putih yang kulihat di matanya. Tapi aku masih terus memacu untuk menyusulnya, makin cepat, makin cepat lagi nafasku memburu. Bunyi nikmat terdengar dari dalam vagina Sheila karena air nikmatnya itu.

“Oh Shel.., oohh.., aahh..”, cepat kucabut penisku agar tak muncrat di dalam, kugenggam penisku, kuarahkan penisku ke perut Sheila, di sanalah air nikmatku mendarat.

Sheila cepat bangkit dan mendorongku agar telentang, kemudian Sheila melahap separuh penisku ke dalam mulutnya. Lidahnya menjilat-jilat mulut kecil di ujung penisku. Aku merasa ngilu sekali dan tangan Sheila yang mengocok-ngocok penisku seperti hendak memastikan agar keluar semua air nikmatku.

“Sudah Shel.., sudah.., ngilu nich.., uuhh.., sudah”, pintaku padanya. Tapi Sheila masih saja memaju-mundurkan mulutnya terhadap penisku yang semakin ngilu sekali. Setelah yakin tidak ada lagi air nikmat yang akan keluar dari penisku Sheilapun merebahkan kepalanya di atas perutku sambil memandangku dengan penuh kepuasan.

Kemudian keadaan membisu, hanya detak jam dinding yang mengingatkan akan kenikmatan persetubuhan yang baru saja kami alami. Kami memang mencoba untuk mengingat kembali persetubuhan yang sempat membawa kami ke awang-awang.

“Shel, sudah jam 8 nich. Kamu nggak pulang?”, tanyaku memecahkan kesunyian. Sheila seakan tak mendengar ucapanku. Kemudian dengan lembut kuangkat kepalanya dan keletakan di atas kasur. Akupun coba bangkit, tapi sebelum aku turun dari tempat tidur kurasakan tangan Sheila memegang perutku.

“Mau kemana Ed?”, tanyanya sambil melepas nafar panjang.

“Mau mandi dulu nich, lengket semua rasanya badanku”, Jawabku sambil menoleh ke arahnya.

“Tunggu dikit lagi, kita mandi sama-sama” Sheila memohon sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.

Lalu kamipun pergi ke kamar mandi dan mandi berdua serta mengulanginya permainan seks yang sempat terputus tadi di kamar. Setelah merasa puas melakukan persetubuhan, kamipun istirahat sambil berpelukan hingga esok pagi. Sejak kejadian itui aku dan Sheila semakin akrab dan selalu mengulangi persetubuhan yang telah kami lakukan. Sampai akhirnya istrikupun pulang kembali ke apartemenku, tapi itu tidak membuatku lupa akan persetubuhan dengan Sheila.


Kami sering melakukan persetubuhan di apartemenku tatkala istriku tidak ada atau di kantor, hotel serta apartemen Sheila bila istriku sedang di rumah.

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here