Ketika itu aku baru terbangun pertama kali merasakan tidur
siang ditemani Diara si pacarku dan dengan leluasa menikmati keindahan tubuh
gadis yang sudah menunggu untuk kugauli lagi setelah sebelumnya sempat
bersamaku menikmati permainan di atas ranjang yang pertama. Dengan segudang
perasaan birahi yang tidak terbendung, aku buru-buru untuk segera menemuinya.
Begitu sampai kamarnya, Diara telah menyambutku dengan
tubuhnya yang begitu sensual, sengaja menonjolkan bentuk tubuhnya di balik
bajunya yang ketat di atas pusarnya dan celana pendek yang ketat juga,
menonjolkan pantatnya yang bulat sintal. Kuperhatikan buah dadanya yang tidak
berbalut bra lagi tercetak jelas di bajunya sampai putingnya pun menonjol
jelas.
Segera tubuhnya menghambur memeluk tubuhku, bibirnya
langsung menyerbu mengulum bibirku dengan ciuman seakan tak mau lepas lagi.
Sambil terus Diara menggelayut tubuhku, lidahnya tak hentinya bermain di dalam
mulutku semakin ganas.
“Maas.. eehmmh.. Diara sudah kangen..” demikian keluh
manjanya walau belum lama kutinggal tidur beberapa jam yang lalu, merasakan
betapa sepinya dia menungguiku tertidur di sampingnya.
“Kenapa tadi nggak bangunin saja..” tanyaku, meskipun
badanku masih merasakan lesu baru bangun tidur setelah siang itu menggauli Diara
sampai beberapa kali.
“Ahh, nggak enak.. ngeganggu orang lagi pulas tidur.. Mas,
sudah lapar belum?” tanyanya dengan manja dengan tetap menggelayut di pundakku.
“Yaah, lapar juga.. Kenapa?” tanyaku lagi.
“Ya makan dulu, yuk..” seraya dia terus menggayut di
pundakku menuju ke meja makan.
Diara sudah menyiapkan masakan untuk makan siang saat aku
sedang istirahat tidur tadi, dan sekarang sudah tersedia di meja. Segera saja
aku menghampiri untuk dapat segera mengganjal perutku yang terasa lapar. Begitu
aku selesai menuang makananku ke piring untuk kusantap, Diara malah menarikku
untuk pindah duduknya di sofa.
“Mas, makannya duduk di sini saja.. biar Diara bisa nemeni
lebih enak..” katanya.
Diara sepertinya tidak mau jauh dariku dan ingin bercumbu,
dia pun duduk menempel menungguiku makan. Saat aku makan, tangannya aktif
memegang batang kejantananku sambil kadang mengocoknya pertanda sudah ingin
bercumbu.
“Enak nggak Yaang..?” tanyanya sambil tersenyum menggodaku.
“Apanya yang nggak enak.. orang lagi makan dikocok-kocok
begini.. eehmm..” jawabku.
Dengan kenekatannya dia malah memintaku lebih dari sekedar
mengocok batang penisku.
“Yaang.. celananya dilepas saja ya.. Diara mau..” tanpa
menunggu persetujuanku celana dalamku sudah ditarik lepas, dan kini bibir
mulutnya mengarah ke selangkanganku, mengulum batang kemaluanku yang sedari
tadi demikian tegang.
“Ahh.. cresp.. slepp.. aah.. crespp.. crespp.. sllpp.. aah..
crepp.. crespp.. ahh..”Begitulah yang terdengar sepanjang aku makan hingga
selesai. Kunikmati sekali gejolak birahi, Diara menahan gairahnya dengan
mengulum batang penisku.
“Non, aku sudah selesai nih makannya, kita mandi dulu yuk,”
ajakku agar dia menunda dulumerangsangku.
“Ehehh.. biar sampai keluar dulu Yaang..” rengeknya
memintaku agar dia tetap mengulum kemaluanku sampai puas.
“Nanti sekalian di kamar mandi saja, kan Mas nanti juga bisa
ngrasain punya Diara..”
Akupun segera berdiri mengajaknya menuju kamar mandi. Sore
itu kami mandi berdua, bercumbu seolah tidak ada puasnya saling menggosok dan
meremas bagian-bagian tubuh Diara atau pun penisku yang selalu tidak lepas dari
genggaman tangan maupun belaian lidah dan mulut Diara. Sambil tangan kirinya
menekan kepalaku, tangan kanannya menyorongkan putingnya ke mulutku,
ditekanbuah dadanya ke dalam mulutku.
“Ogghh.. Mas.. adduh Mas.. gelii.. Mas.. Diara kayaak mauu..
ogh.. aduh.. geli Sayang.. mhh.. Mas.. aduh enak.. yach.. tteruss.. sstt..
ehhm..” Mulut Diara terus mengeluarkan desah yang melepaskan gairah dan
gelinjang kenikmatan yang sedang diarasakan.
Tanganku tidak mau diam, dan dengan penuh kelembutan jari
tengahku masuk liang vaginanya yang menganga diantara selangkangan yang terasa
licin oleh lendir kenikmatan vaginanya. Aku pun telah merasakan basah karena
cairan yang keluar.
“Enak.. enak.. enak.. lebih enak daripada Diara kocok
sendirian Mas.. yach, terus Mas, Diara ingin setiap hari begini Mas..” Mulutnya
tak hentinya mengeluarkan kata-kata ungkapanbirahinya.
“Ehh.. Mass.. terus teken Sayaang.. Diara.. enaakk aduh
Mas.. ogghh.. Maass, gellii.. teruss.. terus..” kian mengharapkan kocokan
jariku semakin cepat. Jari tanganku terasa agak pegal juga mengikuti irama kocokan
yang Diara inginkan. Matanya terpejam, sambil lidahnya memainkan dan menjilat
bibirku disertai goyangan pinggulnya semakin cepat.
“Ohh Maass.. di situ.. terus.. jangan berhenti.. ohh..
ehh..” Diara mulai bergoyang naik dan turun melawan arah tanganku. Desah
suaranya memenuhi kamar mandi.
“Ohh.. Mas.. ahh.. ahh.. ahh.. gelii.. sayaang.. nikmat..
Oh.. Oh.. Oh Mas..” begitu ucapan-ucapan birahinya yang sepertinya tidak kuduga
bila melihat kesehariannya tampak biasa-biasa saja. Kubayangkan memang demikianlah
apabila sepasang pria dan wanita kalau sedang mengalami gairah bercumbu.
Pengalaman yang baru bagiku selama beberapa kali menggauli Diara.
Ucapannya terus berulang-ulang terdengar merangsang diselingi desah nafas penuh
birahi. Diara mengerang dan merangkul leherku dengan erat. Kepalanya bergoyang
ke kiri dan kanan. Bibirnya menyentuh bibirku dan kamiberciuman lagi. Kubuka
mulutku dan lidah kami saling menjilat entah bibir atau rongga mulut.
Kuangkat dia dan kudorong dia ke dinding. Aku berlutut di
depannya dan kemudian lidahku bermain di celah vaginanya. Tangannya menekan
kepalaku dan yang satunya merpermainkan payudaranya, Diara memainkan putingnya
sendiri untuk menambah kenikmatan birahinya dengan ditandai puting di dada yang
montok itu kelihatan semakin tegang. Dia terus meremas buah dadanya dan
mulutnya tidak hentinya mengeluarkan desah nafas yang memburu merasakan birahi
yang kian memuncak.
“Sss ahh.. enak Mas..” erangnya.
“Ehm..” matanya setengah tertutup.
“Mas.. eghh putingku teruss.. Mas, mana penismu Mas.. Yach
teruss Mas.. Hheegh.. enaak.. eeghh.. yach..”
Tangan kananku aktif memilin-milin puting susunya yang
semakin mengeras sementara tangan kanan Diara meremas puting buah dadanya
sendiri.
“Ah.. Mas.. kalau begini terus Diara tambah sayang sekali
sama Mas.. ohh.. ohh..”
Mulutnya terus mengeluarkan suara-suara gairah yang bila
kudengarkan, menambah gairah dan semakin merangsang juga. Nafsuku semakin
menggebu untuk menyetubuhinya, pelukan ke tubuh Diara semakin erat menjelajahi
birahinya yang bergejolak dan terus-menerus menggelinjang hebat. Diara
melepaskan desah nafsunya dan memintaku mengulum puting susunya yang demikian
tegang karena telah terangsang oleh mulutku.
“Ohh.. ohh.. ohh.. nikmatnya.. ohh.. ah.. nikmat..”
Setelah puas dengan buah dada yang kanan aku pindah ke yang
kiri, putingnya kuisap kuat-kuat diselingi dengan cupangan pada bulatan
payudaranya yang montok sehingga nampak beberapa tempat meninggalkan bekas
merah. Gerakan tubuhnya membuat kedua bukit payudaranya bergoyang ke kanan dan
ke kiri sambil menahan gelinya puting susunya yang kusedot.
Terasa nikmat dapat menyelusuri bukit payudara yang
membusung indah di dadanya yang nampak mulus bersih itu. Berkali-kali
permintaannya agar rangsanganku pada puting dan cupangan buah dadanya terus
kulakukan sepuasnya.
“Ohh.. Mas sayang terus.. terus.. yang keras sedotannya..
ohh..” begitu desahnya di telingaku.
“Non, penisku tambah tegang saja kalau Diara terus-terusan
begitu..” bisikku.
Rupanya Diara menyadari keinginanku, saatnya menerima batang
kejantananku untuk dapat segera diperlakukan semestinya ketika dia merasakan
sentuhan penisku yang sudah tegang dari tadi. Dia gantian berlutut di depanku
lalu dia menjilati penisku, dan meremas penisku sampai basah oleh jilatannya.
Lalu Diara menyambut batang penisku, terasa hangat oleh
belaian tangannya, kepala penisku dia jilati lagi, sedikit demi sedikit penisku
lenyap di rongga mulutnya, bibirnya dengan lincah menyedot lubang penisku,
terasa geli-geli nikmat sampai dengkulku gemetar menahan rasa nikmat.
Mass.. punyamu menggemaskan lho Mas.. ini yang bikin
ketagihan teruss.. enaak.. assiin Mas.. ahh..” Penisku yang masuk ke dalam
kerongkongan Diara kucabut dari mulutnya dan kulepaskan, kemudian kupegang
lengannya, kuangkat agar dia berdiri menyudahi permainan itu.
Aku sudah ingin beralih ke vaginanya yang sudah basah oleh
lendir kenikmatan, kupegang dengan meraba lembut. “Yaangg.. adiknya bikin
ketagihan, aku udah nggak tahan lagi, pingin menjepit penismu.. Yaang, Diara
udaahh nggak tahan ngeliat penis Mas ngaceng sebesar itu ayo masukkan Maas..”
kata Diara sambil membelai-belai kejantananku yang tegak kaku sambil diusapkan
ke pipinya.
Sesaat kemudian di atas tubuhku yang rebah di atas ranjang, Diara
mengambil posisi jongkok menancapkan liang senggamanya tepat batang kemaluanku.
Diara menuntun penisku yang sudah tegang, lalu menempelkan di bibir vaginanya.
“Ahh.. ohh.. Yang.. ohh.. emh.. aduhh.. nikmat..Yangg.. teruss.. goyangkan
pantatmu Mas iyah.. enak Yaang..” Sengaja pantatku aku goyangkan mengikuti
gerakan penisku yang terasa hangat di dalam vaginanya.
Bergantian Diara yang aktif bagai menunggang kuda, pantatnya
mengayun di atas selangkanganku. Kadang maju mundur atau terkadang memutar
sambil kedua tangannya merangsang payudaranya dengan meremas dan
memilinputingnya.
Kuperhatikan matanya kadang terpejam menahan rasa gelinjang
yang hebat, hingga tubuhnya melengkung ke belakang dan ketika pantatku
kugoyang, buah dadanya berguncang indah ke kanan ke kiri. Ah, beginilah jika
gadis ini sedang dilanda gejolak birahi yang tinggi. Sampai tiba saat puncak
birahinya menuntut rangsanganku lebih meningkat.
“Mas, aku di bawah.. jangan lepas yahh.. Ughh.. nikmatnya
Maas..” Kini Posisiku berubah di atas sementara dengan segera betisnya yang
indah dilipatnya ke arah paha dan bersamaan pantatnya yang sintal terangkat
menahan dorongan penetrasiku. Tampak keindahan lubang kewanitaannya semakin
leluasa ketika Diara semakin membuka kedua pahanya dan mengangkat betisnya
tepat di pundakku.
“Yayangg.. ohh.. ohh.. ahh.. ahh.. terus.. terus.. lebih
kuat.. dorong terus.. Yang dalam.. ach.. ohh..” matanya merem-melek menikmati
goyangan penisku dan, “Oh.. Mas.. Sayang.. aku mau keluar.. ohh.. ohh.. ohh..”
Lalu tiba-tiba dia goyangkan pantatnya keras-keras kiri-kanan kiri-kanan,
diangkat tinggi-tinggi sambil mengelinjang agak sedikit teriak panjang.
“Maass, tekeen yaang kerraass.. aakkuu mmaauu keelluuaar..
ayo Maas jugaa barreenng..” Liang senggamanya semakin sempit menjepit dan
terasa menyedot penisku membuatku tak tahan lagi. “Ohh.. ach.. ach..” pantatnya
semakin kuat gerakannya. “Maass.. ohh.. ohh.. hh.. ohh.. oh.. ahh.. aku
keluar.. Sayang.. ohh.. aku nggak tahan..” Pantat Diara yang sintal itu
kutangkap dengan kedua tanganku dan kutekan agar kenikmatan orgasme liang
senggamanya semakin terasa.
“Ohh.. ohh.. ohh.. ohh.. enakk.. ohh.. iya.. iya Mass..
aahh.. makin cepet Mas.. cepetan..” Aku semakin dirangsang bukan saja oleh
suaranya, tapi oleh jepitan vaginanya. Penisku betul-betul terasa digenggam
erat sambil dikocok-kocok. Nafas kami berdua semakin memburu.
Diara kelihatannya sudah hampir orgasme, salah satu
tangannya memainkan puting susunya dengan cepat dan tiba-tiba teriaknya, “Ahh..
ahh.. Mas.. Mas.. muncratin di dalem, ayoo Sayang aku sudah siap.. ahh.. aah..
ahh.. sekarang.. oohh.. barengan.. ohh..” Desah Diara semakin keras dan aku pun
merasakan kehangatan batang kejantananku di dalam liang senggamanya yang sempit
itu, memperoleh kenikmatan cinta Diara yang kian waktu tambah menggairahkan.
“Yang.. ohh.. putingku sambil diremas.. ohh.. remas..
pentilku remas.. oogghh.. yaach..” Nikmat sekali sensasi yang kurasakan
persetubuhanku dengan Diara di dalam kamar mandi rumah kostku.
“Kamu puas Sayang?”
“Puas sekali.. Mas memang hebat.. ntar Mas mau lagi nggak?”
“Entar malem kita puaskan lagi ya Yaang.. kita mandi dulu
yuk..”
Waktu mandiku bercumbu dengan Diara sore itu penuh gelora
nafsu birahi yang tidak henti-hentinya. Terkadang kejantananku mulai lemas
sengaja dia sabun dan kocok sehingga bangun lagi kemudian dia kemot-kemot, atau
gantian kupermainkan kewanitaannya sambil jari tengahku masuk sampai ke dalam
vaginanya sehingga Diara menggelinjang hebat, sambil mulutku mencari puting
susunya yang mengeras kukulum dan kugigit lembut.
Sengaja Diara menekan payudaranya yang montok itu, didorong
ke bibirku sambil tangan kirinya menekan kepalaku, sehingga seperti wanita
menyusui bayinya, memanjakan buah hatinya sepenuh hati dengan buaian puting
susunya, agar selalu nikmat untuk diisap.
Sementara tangan kananku terus saya masuk ke dalam vaginanya
kubelai dan kugesek-gesekkan, hingga dia merasakan dan memperoleh kenikmatan
juga karena tiba-tiba dia membuka pahanya sehingga semakin memberikan
kesempatan tanganku leluasa untuk menggosok vaginanya dan kumasukan jari
tengahku ke dalam lubang yang becek dan licin dan tangan Diara kubimbing untuk
memegang batang penisku dan mengocok-ngocoknya.
“Aaaduh.. saya mau keluar.. ohh.. aahh..” sambil mulutnya
menganga dan matanya terpejam , dia mencapai orgasme. Gairah mandiku bersama Diara
kuakhiri persetubuhan di atas ranjang di kamarnya dalam keadaan saling bercumbu
tanpa busana sampai waktunya aku makan malam berdua.
Sore itu aku dan Diara mengenakan pakaian seadanya agar
dapat bebas saling memberikan dan memperlihatkan masing-masing bagian tubuh
yang dapat dinikmati dan dapat memberikan gairah sambil duduk berdua, untuk
istirahat memberikan kesegaran pada tubuh kami masing-masing agar kembali bugar
lagi walaupun cukup melelahkan dan terasa ke sendi-sendi tulang tetapi sungguh
nikmat yang kami reguk berdua dengan Diara seolah tidak puas sempai disitu
saja.
Menunggu malam tiba sengaja aku hanya bercumbu di sofa ruang
tamu dengan lampu ruangan yang hanya temaram sehingga memberikan suasana
semakin romantis menjelang malam pertamaku bercumbu menikmati tubuh montok yang
indah yang untuk kali pertama kurasakan, kusetubuhi sampai ke lekuk likunya
yang paling sesitif dimana kenikmatan gairah hubungan kelamin kurasakan.
Apalagi Diara yang dengan sengaja dengan bebasnya
memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya yang indah semakin lebih mengundang
tanganku untuk lebih menikmati keindahan tubuhnya yang hanya dengan sedikit
menyingkap baju seadanya yang dia kenakan sore itu.
Sengaja malam itu tubuhnya kupeluk dan wajahku terbenam
diantara hangatnya jepitan kedua bukit payudaranya yang membusung indah di dada
Diara.