Aku adalah seorang laki laki perkasa yang baru saja
ditinggalkan oleh istri aku, karena ada masalah yang masing-masing tidak mau
mengalah. Akhirnya dia memilih pergi dari aku. Dan karena kepergiannya, kini rumah yang biasanya kami tempati itu jadi
punya dua kamar kosong.
Di tempat kerja, akupun sudah tidak banyak bercanda seperti
biasanya. Dan itu yang membuat salah satu wanita teman kerja aku merasa simpati
pada aku. Sehingga setelah selesai jam kerja, kami pulang bareng. Selama di
dalam tram aku banyak menjawab pertanyaannya tentang kepergian istri aku.
Sehingga kami tidak banyak menaruh perhatian pada macetnya kota Melbourne pada
jam-jam selesai kerja seperti ini.
Tanpa terasa kami sudah berada di dalam tempat tinggal aku,
setelah aku persilakan dia untuk mengambil apa yang dia mau di kulkas, aku
langsung ke kamar mandi untuk menumpahkan air pipis yang sejak dari tadi sudah
di ujung kemaluanku.
Sekembalinya aku keruang tamu, teman aku sudah duduk sambil
baca baca majalah dengan satu kaleng Coca-Cola. Akupun duduk di sampingnya.
Tapi tidak terlalu rapat. Aku hidupkan TV kebetulan acara berita nasional
negara ini.
Kamipun bercerita panjang lebar tentang teman aku itu,
seperti sudah berapa lama dia telah meninggalkan Hongkong tempat asalnya. Tapi
setiap kali dia menjawab pertanyaanku dia selalu tersenyum sambil matanya
memandang ke arah selangkanganku. Aku langsung melirik selangkanganku, rupanya
aku lupa men-zip-nya. Langsung kutarik zip-nya, sambil bercanda padanya.
“Maklumlah Shel, soalnya udah lama sarangnya pergi!”, Kataku
pada Sheila.
“Memangnya sudah berapa lama burungmu tidak masuk kandang?”,
Sheila membalas candaku sambil meneguk Coca Cola dengan sedikit senyum di
bibirnya.
“Kira kira 5 minggulah, emangnya kenapa nanya nanya?”, Aku
meneruskan sambil mencoba membetulkan posisi dudukku.
“Akh, aku nggak percaya. Mana ada sich laki laki yang sudah
pernah begituan akan tahan selama itu untuk tidak melakukannya?”, Bantahnya
sambil senyum.
“Memang sich, aku nggak tahan. Jadi selama ini aku pakai
tangan aja”, Jawabku.
Sambil tertawa lebar, Sheila menghampiriku. Dan Sheila duduk
di sebelahku, rapat sekali.”Perlu dibantu?”, Tanyanya sambil tangan kanannya
meraba-raba penisku.
Sheila memang gadis Hongkong yang menawan, diusianya yang
dua puluhan dia sangat menarik setiap mata laki-laki yang memandangnya. Karena
dengan buah dada dan bongkahan pantatnya yang lebih besar dari ukuran rata-rata
orang tempat asalnya. Aku jadi berani, kurangkul pundaknya sambil kulumat bibir
yang berlipstick merah muda menawan itu.
Sheilapun membalas dengan nafasnya yang semakin membuatku
untuk mempererat rangkulanku. Aku merasa sedikit sakit pada penisku yang sudah
sangat keras karena rabaan Sheila. Dengan tak sabar kulepas rangkulanku dari
pundak Sheila dan dengan kedua tanganku kubuka celanaku sambil tetap duduk.
Agak susah memang. Tapi berhasil juga.
Kudengar Sheila mendesah bersamaan dengan tangannya yang
menggenggam langsung penisku yang hanya pas-pasan dengan lingkaran tangannya
itu. Kamipun kembali berpagutan, hanya kali ini tangan kiriku telah
meremas-remas buah dadanya yang kenyal dan semakin kenyal itu. Sedangkan tangan
kananku membelai-belai tengkuknya. Sheila semakin memperdengarkan desahnya.
“Ed, kita ke kamarmu saja.., ayo Ed, aku sudah tak tahan
nich?”, Sheila memohon mesra. Aku pun berdiri, tapi ketika aku ingin membuka
pakaianku, aku tersentak kaget karena Sheila sudah menarik penisku sambil
menanyakan di mana kamarku. “Pelan pelan Shel, sakit nich!”, protesku atas
tangan Sheila yang menggenggam penisku dengan sangat ketat itu.
Aku berjalan sambil membuka bajuku ke arah kamarku yang
telah kutunjukan pada Sheila. (Sebenarnya aku tak mau menggunakan kamar dimana
aku dan istriku tidur sebelum istriku itu pergi. Tapi bagaimana lagi. Sudah
nafsu sekali saat itu).
Sesampai di kamar Sheila dengan tergesa membuka seluruh
pakaiannya. BH-nya, CD-nya. Semua dibuka dengan tergesa. Lalu Sheila langsung
menghampiriku yang sudah lebih dulu berbaring telentang di atas kasur sambil
mengocok perlahan penisku agar semakin tegang, sambil melihat Sheila membuka
pakaiannya.
Sheila berbaring miring di sebelahku, bibirnya mencari
bibirku sedangkan tangan kanannya menggantikan tanganku untuk mengocok-ngocok
penisku. Aku mendesah. Sheilapun semakin beringas menciumi seluruh wajahku.
Telingakupun tak lepas dari sapuan lidahnya. Aku merasakan nikmat bercampur
geli yang tak terkira.
Jilatan Sheila semakin turun ke arah leherku, dadaku dan
kedua puting payudaraku juga dililitnya dengan lidah. Sambil tangannya semakin
cepat mengocok penisku yang sedikit terasa sakit karena genggamannya terlalu
keras.
Jilatan Sheila telah berada di atas pusarku, lidahnya dicoba
untuk masuk dalam lubang pusarku, dapat kudengar desahnya. Walau desahku lebih
besar darinya. Kini lidah Sheila menyisir bulu-bulu penisku. Aku semakin tak
tahan. Tapi aku menunggu, karena aku tahu kemana tujuan sebenarnya jilatan
lidah Sheila itu.
Ternyata aku salah, kukira Sheila akan melahap penisku.
Ternyata Sheila malah menjilat jilat kedua bijiku bergantian. Tangannya tak
lepas mengocok penisku. Sambil sesekali jari jempolnya menyapu ujung penisku yang
telah basah karena air nikmatku telah membasahi bibir ujung kemaluanku. Geli
dan nikmat sekali waktu Sheila melakukan itu. Aku tersentak karenanya.
Karena waktu Sheila melakukan itu badannya agak nungging di
sampingku, maka kucoba meraih bongkahan pantatnya. Kuusap-usap, Sheila mendesah
nikmat rupanya. Jariku tak mau berhenti sampai disitu, jariku mencari-cari
lubang kemaluannya. Setelah jariku menemukannya ternyata sudah basah sekali.
Semua itu membuat jariku semakin mudah untuk mencari lubangnya.
Kusapu lubangnya dengan jariku sambil sekali-kali kumasukan
jari telunjukku ke dalam lubangnya. Sheila mendesah hebat sambil melepas
jilatan lidahnya dari kedua bijiku. Kuraih pantat Sheila agar tepat berada di
atas wajahku. Kini kedua tanganku beraksi atas bagian belakang tubuh Sheila.
Jari telunjuk tanganku yang kanan kumasukan ke dalam lubang
vagina Sheila sambil memaju mundurkan. Sedangkan jari telunjuk tangan kiriku
menggosok gosok clitorisnya. Dapat kulihat dari bawah selangkangannya, Sheila
membuka mulutnya lebar tanpa bersuara merasakan nikmat.
Ketika niatku hendak menggunakan lidahku untuk menjilat
vaginanya, aku merasakan nikmat dan sedikit ngilu yang tak terkira. Rupanya Sheila
telah melahap bagian kepala penisku. Lidahnya melilit-lilit di atas permukaan
kepala penisku.
Akupun ingin menandinginya dengan mejilat-jilat permukaan
lubang vagina Sheila. Sambil sekali-kali kucoba untuk memasukan lidahku kedalam
vaginanya. Agak asin memang, tapi yang lebih terasa adalah nikmatnya. Semakin
nikmat lagi saat kudengar Sheila mengeluh karena jilatan lidahku.
Sheila telah memasukan penisku setengahnya dalam mulutnya
sebentar sebentar dinaikan kepalanya, kemudian diturunkan lagi. Yang membuat
aku merasa nikmat adalah saat Sheila menurunkan wajahnya untuk melahap penisku,
karena Sheila telah mengecilkan lingkaran mulutnya.
Sehingga hanya pas sedikit ketat ketika bibirnya menelusuri
penisku dari atas ke bawah. Oh nikmat sekali. Aku hampir saja muncrat kalau aku
tidak segera minta Sheila membalikan badannya hingga wajahnya berhadapan
denganku. Aku membalas senyumnya yang kelelahan menahan nikmat yang baru saja
kami alami.
Kucium lagi mulutnya yang sangat becek oleh air liurnya.
Lalu kubalikan Sheila agar berada dibawahku. Kulebarkan selangkangannya
kugenggam penisku dengan tangan kananku, lalu kugosok-gosok kepala penisku pada
permukaan kemaluannya.
“Oh.., Ed.., terus Ed.., aahh.., nikmat sekali.., sshh”,
erang Sheila. Akupun mempercepat gesekannya, Sheila menggeleng gelengkan
kepalanya.
Lalu dengan tiba tiba kutancapkan penisku ke dalam vaginanya
yang sudah banjir itu dengan satu hentakan keras, masuklah 3/4 nya penisku
dengan leluasa. Bersamaan dengan itu Sheila berteriak sambil badannya sebatas
bahu terangkat seperti hendak berdiri matanya membelalak menghadapi tikamanku
yang tiba-tiba itu.
“oohh Edwiinn.., enaak.., terus.., Ed.., terus.., lebih
cepat Ed.., ayo Ed.., terus.., aahh”, erang Sheila sambil menghempaskan kembali
bahunya ke kasur.
Kedua tangan Sheila membelai wajahku sambil menggigit
bibirnya yang bawah matanyapun menunjukan bahwa saat ini Sheila sedang
merasakan nikmat persetubuhan yang tiada tara. Akupun semakin cepat
memaju-mundurkan penisku. Nikmat yang kurasakan tiada bandingnya. Vagina Sheila
masih boleh dibilang sempit.
“Enak Shel?”, tanyaku padanya sambil memaju-mundurkan
penisku. Sheila tidak menjawab, hanya desahannya saja yang semakin jelas
terdengar.
“Enak nggak Shel?”, tanyaku lagi. Sheila menjawab dengan
anggukan kecil sambil menggigit kembali bibir bawahnya.
“Jawab dong Shel, nikmat nggak?”, paksaku walaupun ini
adalah pertanyaan bodoh.
“Luar biasa Ed.., sshh.., aku hampir keluar nich oohh”,
katanya terputus putus.
“Aku masukin semuanya yach Shel?”, tanyaku padanya yang
sedang melayang.
“sshh.., em.., emangnya belum semuanya dimasukin?”, Sheila
balik bertanya heran sambil menatapku dengan sayu.
“Belum!”, Jawabku singkat sambil terus maju mundur.
Tangannyapun bergerak ke bawah untuk memastikan belum semua
penisku masuk ke dalam lubang vaginanya. Ketika tangannya berhasil menyentuh
sisa penisku yang masih di luar, aku merasa tambah nikmat.
“Oohh.., Ed masukin Ed.., masukin semuanya Ed.., aahh”,
pintanya sambil menarik pinggangku dengan kedua tangannya dan matanyapun
terpejam menantikan.
Kucoba menahan tarikan tangan Sheila pada pinggangku, agar
masuknya sisa penisku tidak terlalu cepat. Aku ingin memberikan kenikmatan
persetubuhan tak terlupakan padanya. Benar saja, ketika sedikit demi sedikit
sisa penisku masuk, Sheila mendesis seperti ular yang berhadapan dengan
musuhnya. “Sshh.. sshh”, sambil matanya terpejam ketat sekali menahan nikmat
telusuran penisku ke dalam vaginanya.
Kedua tangannyapun menjambak-jambak rambutnya sendiri. Tanpa
diduga kucabut penisku, hanya tinggal kepalanya saja yang masih tenggelam. Sheila
seperti ingin protes, tapi terlambat. Karena aku telah menekannya lagi dengan
sekali tancap masuklah semua penisku.
“Edwiinn!”, teriak Sheila keras sekali sambil tangannya
memukul-mukul tempat tidur.
Aku semakin percepat gerakanku, walaupun aku sudah merasa
sedikit lelah dengan pinggangku yang sejak tadi maju mundur terus.
“Terus Ed.., oohh.., terus.., teruss.., oohh.., oohh..,
aahh”.
Sheila mengerang bersamaan dengan tercapainya Sheila pada
puncaknya, sambil tangannya meremas-remas sprei tempat tidur di kanan dan
kirinya, badannya tersentak-sentak hanya putih yang kulihat di matanya. Tapi
aku masih terus memacu untuk menyusulnya, makin cepat, makin cepat lagi nafasku
memburu. Bunyi nikmat terdengar dari dalam vagina Sheila karena air nikmatnya
itu.
“Oh Shel.., oohh.., aahh..”, cepat kucabut penisku agar tak
muncrat di dalam, kugenggam penisku, kuarahkan penisku ke perut Sheila, di
sanalah air nikmatku mendarat.
Sheila cepat bangkit dan mendorongku agar telentang,
kemudian Sheila melahap separuh penisku ke dalam mulutnya. Lidahnya
menjilat-jilat mulut kecil di ujung penisku. Aku merasa ngilu sekali dan tangan
Sheila yang mengocok-ngocok penisku seperti hendak memastikan agar keluar semua
air nikmatku.
“Sudah Shel.., sudah.., ngilu nich.., uuhh.., sudah”,
pintaku padanya. Tapi Sheila masih saja memaju-mundurkan mulutnya terhadap
penisku yang semakin ngilu sekali. Setelah yakin tidak ada lagi air nikmat yang
akan keluar dari penisku Sheilapun merebahkan kepalanya di atas perutku sambil
memandangku dengan penuh kepuasan.
Kemudian keadaan membisu, hanya detak jam dinding yang
mengingatkan akan kenikmatan persetubuhan yang baru saja kami alami. Kami
memang mencoba untuk mengingat kembali persetubuhan yang sempat membawa kami ke
awang-awang.
“Shel, sudah jam 8 nich. Kamu nggak pulang?”, tanyaku
memecahkan kesunyian. Sheila seakan tak mendengar ucapanku. Kemudian dengan
lembut kuangkat kepalanya dan keletakan di atas kasur. Akupun coba bangkit,
tapi sebelum aku turun dari tempat tidur kurasakan tangan Sheila memegang
perutku.
“Mau kemana Ed?”, tanyanya sambil melepas nafar panjang.
“Mau mandi dulu nich, lengket semua rasanya badanku”,
Jawabku sambil menoleh ke arahnya.
“Tunggu dikit lagi, kita mandi sama-sama” Sheila memohon
sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.
Lalu kamipun pergi ke kamar mandi dan mandi berdua serta
mengulanginya permainan seks yang sempat terputus tadi di kamar. Setelah merasa
puas melakukan persetubuhan, kamipun istirahat sambil berpelukan hingga esok
pagi. Sejak kejadian itui aku dan Sheila semakin akrab dan selalu mengulangi
persetubuhan yang telah kami lakukan. Sampai akhirnya istrikupun pulang kembali
ke apartemenku, tapi itu tidak membuatku lupa akan persetubuhan dengan Sheila.
Kami sering melakukan persetubuhan di apartemenku tatkala
istriku tidak ada atau di kantor, hotel serta apartemen Sheila bila istriku
sedang di rumah.